Ma.....Aku Rindu
Malam itu terjadi perang di kampung halamanku, aku tak tahu persis perang apa itu. Namun yang jelas orang-orang di kampungku malam itu ramai-ramai meninggalkan rumahnya untuk mencari tempat yang aman. Demikian juga dengan keluargaku, dalam kegelapan malam kami menyusuri jalan-jalan gelap, bebatuan bahkan kami berjalan diantara pepohonan sebab pada masa itu kampungku belum tersentuh cahaya PLN. Situasi malam itu membuatku terpisah dari Orangtua, abang, dan adik-adikku. Aku dan Nenek selamat dari peristiwa naas itu. sejak saat itu pula aku tinggal bersama nenek dan kami tak pernah mendengar kabar tentang keluargaku.
Pada usia yang masih kira-kira masih 12 tahun nenek meninggalkanku untuk selamanya. Namun aku bersyukur kepada Tuhan karena Ia tidak menelantarkanku sendirian. Sebelum meninggal nenek menitipkanku pada seorang biarawati yang berkarya di daerah kami. Aku tinggal di Asrama dan menyelesaikan pendidikanku dari SMP sampai SMA di sekolah mereka. Merekalah yang menjadi keluargaku dan aku sendiri dianggap seperti anak sendiri.
Para biarawati pula yang memperhatikan dan memenuhi segala kebutuhanku. Dari mereka aku belajar mengenal, mencintai Tuhan Yesus dan Bunda-Nya. Dan Bunda Maria kupanggil dengan sebutan “Mama” baik dalam berdoa maupun ketika aku sedang bercerita tentang kebahagiaan dan kesedihanku. Setiap hari ketika memasuki kamarku, aku selalu menyapa bunda Maria dengan mengucapkan Doa Salam Maria lalu berkata padanya: ”Ma...aku rindu...izinkan aku bertemu keluargaku.” Kata-kata ini selalu ku ucapkan setiap hari. Tahun berganti tahun, rasa rinduku semakin bertambah, rasa ini tak pernah berkurang malah setiap tahun semakin bertambah apalagi menjelang Natal dan Tahun Baru. Kadang-kadang aku sedih dan menangis pilu sendirian karena dilanda rasa rindu yang tak kunjung padam. Ya, aku rindu Bapak, Mama, abang dan adik-adikku.
Setelah Tamat SMA aku memutuskan untuk mempersembahkan hidupku kepada Tuhan dengan masuk Biara tempat para biarawati itu mengabdikan hidupnya kepada Tuhan untuk seumur hidup. Dalam masa pendidikan, aku merasa bahagia mendengar berita tentang keluargaku yang masih hidup dari para suster yang berkarya ditempat nenek dulu tapi mereka hanya mendengarnya dari orang lain dan dikatakan bahwa mereka berada di salah satu provinsi yang masih satu pulau dari tempatku berada. Maka untuk mencari mereka, aku menunda masuk tahun kanonik dan minta izin pada pimpinan biara untuk mencari keluargaku lebih dahulu sebelum melanjutkan panggilanku. Satu bulan berada diluar biara, aku merasa lelah mencari mereka. Akhirnya aku kembali ke Biara dan mnyerahkan segalanya pada kehendak Tuhan.
Setengah tahun kemudian aku memasuki tahun kanonikku. Dalam masa ini meskipun doaku lebih intens, penyakit rindu tetap melanda jiwaku. Seorang teman seangkatan yang juga teman rohaniku sering menghibur dan menguatkanku. Darinya aku juga mendapat kasih sayang, padanya aku sering bermanja-manja dan dia tidak pernah menegur sikapku yang kekanak-kanakan. Aku bersyukur karena Tuhan memberiku teman yang begitu mengerti dengan keadaanku dan menyayangiku seperti keluarganya sendiri.
Sehari sebelum berangkat retret tepat pada hari minggu, aku mendengar rombongan keluargaku datang satu mobil ke Biara khusus untuk mengunjungiku. Mendengar itu aku sangat bahagia dan serasa tak percaya. Dengan cepat aku berlari menuju kamarku dan menghadap Arca Bunda Maria, sambil berlari bersyukur kepada Tuhan karena telah membawa keluargaku kesini dan di depan Bunda Maria aku berlutut berkata: ”Ma...terima kasih karena engkau menghantar mereka kesini...terima kasih Ma...trima kasih untuk bantuanmu.” Rasa bahagia menyelimuti jiwaku, aku menangis terharu merasakan kebaikan Tuhan untukku. Perlahan-lahan aku berjalan keluar melewati lorong kamar biara dan aku menyambut mereka dengan pelukan kerinduan yang sangat dalam dan tak kusadari air mataku berderaian membasahi seluruh pipiku. Pertemuan itu begitu singkat namun membahagiakan. Mereka kembali pulang setelah 3 jam bersamaku. Peristiwa itu terjadi 10 tahun yang lalu, kini aku boleh mengunjungi keluargaku sesuai dengan aturan biara. Dan enam bulan yang lalu bapakku meninggalkan kami selamanya. Saat berduka begini aku tak lupa menghubungi teman rohaniku dan sekali lagi aku mendapat kekuatan dan dukungan doa darinya. Terima kasih Tuhan karena Engkau telah menjadikan segala sesuatu indah pada waktunya.(Sr. M.Agnes OSC Cap)