Kejenakaan Telur Paskah
Agama yang menarik adalah agama yang mampu menerjemahkan kultur sebagai bagian dari ruang gerak keimanan. Dalam agama apapun juga, kultur adalah bagian dari 'bahasa penerimaan' mereka di tengah masyarakat.
Seperti misalnya orang Islam di Jawa mengenalkan ketupat sebagai simbol dalam perayaan Idul Fitri, atau Hindu di Bali mengenalkan pada Ogoh-ogoh sebagai simbol refleksi ruang kemanusiaan yang terpancar dalam dirinya.
Begitu juga dengan umat Kristiani yang tak lepas dari memadukan antara kultur dengan simbol-simbol proses ketika manusia menemui Tuhan-nya, ketika ruang kemanusiaan masuk ke dalam alam Ke-Tuhanan, di sini banyak sekali simbol yang ada, baik itu simbol yang misterius penuh teka teki seperti yang sering kita baca dalam sejarah tradisi Kristen ataupun simbol yang disenangi dengan cara yang lugas, menyenangkan dan mudah dimengerti seperti: pohon Natal dan telur Paskah.
Telur Paskah sendiri merupakan sebuah irama yang menyenangkan ketika anak-anak Kristiani merayakan hari Paskah. Bagi kaum Kristiani, Paskah adalah lambang 'mulainya kehidupan batin' atau 'dimulainya hidup dengan pencerahan'. Paskah bermula pada Yesus Kristus dibangkitkan ke langit, melayang ke angkasa dan menemui ruang Tuhan, ruang keabadian, di sini manusia dan Tuhan luruh dalam keabadian, tak ada lagi waktu, tak ada lagi dimensi keterbatasan. Peristiwa ini kerap dianggap sebagai 'permulaan hidup baru' bagi manusia ketika manusia menemui pencerahannya tentang 'Alam Ketuhanan'.
Pencerahan ini kemudian di banyak tempat diadopsi dengan telur. Telur serupa benda mati, ia kemudian pecah dan tiba-tiba ada kehidupan. Begitulah manusia, ketika 'hatinya beku', ketika 'hatinya menjadi terpaku pada duniawi yang mandeg' tiba-tiba tersadarkan ketika 'sentuhan ke-Tuhanan' mengubah dirinya. Maka 'lahirlah' kehidupan.
Telur yang pecah, adalah kehidupan itu sendiri. Momen telur pecah ini bukan saja bermula pada ketika Jesus diangkat ke langit, tapi sudah lama menjadi bagian kultur masyarakat lama. Telur bagi masyarakat Persia kuno sering dihadiahkan pada permulaan musim semi. Orang Yunani yang sedari dulu cinta dan benci pada bangsa Persia mengadopsi hal ini. Lantas ratusan tahun kemudian masyarakat Indo-Eropa juga mulai menggunakan telur sebagai simbol kehidupan.
Di Irlandia, permainan anak-anak lomba mencari telur bermula sekitar tahun 1200-an , kemudian diikuti oleh tradisi permainan anak-anak Belanda yang dibawa ke negeri jajahan mereka di Indonesia. Di Norwegia mereka menciptakan permainan yang disebut 'Knekke' . Di Amerika Serikat perayaan Paskah menjadi meriah ketika negara koloni Inggris berhasil mengusir pasukan Inggris dari daratan Amerika Serikat. Adalah George Washington yang merayakan paskah dengan merebus banyak telur dan mengadakan lomba pertandingan gelinding telur dari atas bukit di belakang rumahnya di Virginia. Thomas Jefferson, Presiden Amerika Serikat menyatakan permainan telur gelinding sebagai permainan resmi negeri itu, hal ini sama persis seperti panjat pinang ketika Indonesia merayakan hari kemerdekaannya.
Pada hakikatnya, permainan anak-anak dalam mencari telur ini merupakan simbol bahwa ‘anak-anak manusia mencari kehidupan, mencari telurnya di dalam dirinya, dalam konsep "pecah telur" dunia kanak-kanak maka akan masuk ke dalam pengertian mereka tentang jalannya dunia yang baik'. Permainan anak-anak kerap menginspirasi banyak sastrawan berbasis agama dalam menyebarkan pengertian manusia dengan Tuhan, seperti jika Islam di Jawa, Sunan Kalijaga mengenalkan tembang Lir-Ilir, yang yang menjadi tembang anak-anak padahal merupakan sebuah lagu yang amat dalam makna spiritualnya. Begitu juga pada 'pencarian telur Paskah', permainan ini juga merupakan permainan yang memiliki bahasa spiritual yang amat dalam bagi manusia dan Tuhan yang diterjemahkan dalam permainan kanak-kanak dengan sikap jenaka.
-Selamat Paskah-.
ANTON DH NUGRAHANTO.
0 komentar:
Posting Komentar