Selamat Datang Di Website Resmi Paroki Singkawang - Terima Kasih Atas Kunjungan Anda

16 Mar 2016

SAAT SUARA DARI TIMUR MENYAPA KOTA AMOI

SAAT SUARA DARI TIMUR MENYAPA KOTA AMOI

 


Suatu kegembiraan bagi Kota Singkawang dan khususnya warga paroki St Fransiskus Assisi (PSFA) atas kedatangan para imam dari berbagai keuskupan di Indonesia serta dua uskup dalam perayaaan Ekaristi Minggu, 21 Februari 2016. Bertepatan dengan penutupan perayaan Imlek, rangkaian acara diawali pawai lampion dan puncaknya adalah digelarnya festival Cap Go Meh.  Kaum berjubah yang hadir tak menyiakan kesempatan untuk turut menyaksikan rangkaian aktrasi perayaan Imlek 2016 di Kota Singkawang yang merupakan ritual memikat bagi para wisatawan baik dari lokal maupun mancanegara.

Aset Wisata
 
Misa pada Minggu itu dipimpin oleh dua uskup yaitu Mrg. Agustinus Agus, Pr dari Keuskupan Agung Pontianak dan Mgr. Dominikus Saku, Pr dari Keuskupan Atambua NTT sebagai selebran utama serta didampingi 14 imam sebagai konselebran, memberi warna tersendiri  di dalam gereja saat itu. Perayaan masa Prapaskah  kedua ini, semakin semarak oleh paduan suara dari koor St. Elisabet dengan dominasi lagu berbahasa latin.

Dalam pengantar kotbah yang disampaikan Oleh Mgr. Dominikus, bahwa Kota Singkawang merupakan aset wisata yang sudah dikenal di dunia internasional dalam perayaan Imlek. “Saya sangat senang karena boleh melihat langsung Kota Singkawang dan bisa ikut pawai  lampion bersama warga, berkat Mgr. Agus yang dengan segala kebaikannya memberi waktu saya untuk bertamu di tanah Borneo tercinta ini.” Tepukan tangan meriah dari umat semakin menggema saat itu ketika uskup memberi contoh bagaimana upaya umat Katolik dalam menghayati wajah Allah Yang Maha Rahim dalam segala dinamika hidup di PSFA tercinta ini. 

Usai perayaan ekaristi, uskup agung Pontianak memberi kesempatan kepada para pastor untuk memperkenalkan diri kepada umat sekaligus tujuan kedatangan tamu agung ini ke Kota Seribu Kelenteng. Delegatus imam dari aneka keuskupan ini ternyata ketua-ketua Komisi  Keadilan dan Perdamaian Pastoral Buruh Migran Perantau (KKPPBMP) di Gereja Katolik Indonesia. Merekalah sebagai tempat pelindung bagi keadilan kaum buruh, TKI, TKW hingga mereka yang di hukum mati di penjara pun kaum egaliter putih ini ikut berjuang bertapa mahal harga nyawa seseorang di hadapan sesama di muka bumi ini.

Aneka Kuliner Orisinil
 
Situasi keakraban para tamu berjubah semakin asyik karena mereka berkesempatan menikmati kuliner dari aneka bina ciptaan masakan  kue/kudapan  hasil karya orisinil umat  pelbagai lingkungan yang ada di PSFA Singkawang. 

Uskup dan kaum berjubah (rohaniwan, biarawan dan biarawati) menikmati berbagai sajian makanan dan minuman yang lezat dan bergizi ditambah suguhan hiburan  lagu-lagu rohani dari panitia yang sangat fantatis di siang itu semakin menyemarakkan suasana di depan halaman gereja. Rintik hujan pun seakan lenyap seketika karena suasana istimewa di bulan Februari 2016 ini.

Bapak Leonardus, Ketua Kring St Maria Singkawang, mengungkapkan kegembiraanya karena  keterlibatan umat dalam hidup menggereja sangat nyata bukan hanya seputar kegiatan rohani tetapi juga kegiatan mengadakan stand kuliner dari berbagai lingkungan yang ada. “Saya merasa juga bahwa hari ini umat sungguh menyatu dan bersatu untuk melihat karya nyata Allah dalam melayani dan menjamu tamu kehormatan dan umat yang hadir saat ini mau menikmati sajian kami dengan penuh gembira,” Komentar ketua panitia Open House sekaligus seksi penyambutan tamu agung ini dengan nada syukur.

Apa kata Mereka
 
Romo Koko, Pr  tidak dapat membendung kegembiraanya mengungkapkan, “Sangat senang dengan situasi gereja yang hidup. Umat  di sini sangat aktif dan terlibat penuh bukan hanya di seputar altar tetapi juga di dalam karya yang nyata. Tidak mudah mengajak umat di lingkungan kota  ini lho, untuk mau partisipatif tetapi di sini enak banget rasanya dech,” papar sekretaris eksekutif KKPPBMP yang berdomisili di Kota Jakarta ini  dengan logat Jakarta sembari dibarengi senyum merekah.

Selain itu Romo Pascal, Pr yang berkarya di Paroki Batam Keuskupan Pangkal Pinang inginnya satu bulan di Kota Singkawang. “Heemm, mimpiku terjawab dan rasanya enggan untuk meninggal kota yang eksotis ini.” Ketika disentil apa pendapatnya tentang suasana di gereja  PSFA hari ini, sembari tetap tersenyum beliau berujar,  “Wahh….pokoknya asyik dech, saya baru menemukan ketulusan umat dalam melayani gembalanya dengan heroik dan tulus. Selain itu  saya sendiri  sungguh-sunggu menemukan dan merasakan persaudaraan umat dengan kaum berjubah dan saya pikir ini pengaruh kedekatan Pastor Paroki dengan umat dengan modal humanis tinggi dan melayani dengan murah hati dan senyum yang tulus,” puji putra keturunan Flores yang suka  makanan bubur babi ini dengan mantap. Masih dengan nada bersemangat pastor penyuka penyuka badminton ini menuturkan, “Saya akan men-sharing-kan kepada umat saya di Batam sebagai oleh-oleh indah untuk saya dalam menggembala domba dari berbagai karakter yang saya temukan,” cetus si suara emas sambil menikmati kue di tangannya dengan antusias.

Uskup Dominikus tidak henti-hentinya memuji keramahtamahan umat di Singkawang dan sangat menikmati sajian di berbagi stand yang tersedia. Menurut Ketua KKPPBMP ini bahwa hidup menggereja di Singkawang sudah jauh berubah dari gaya  gereja piramidal menjadi gereja komunio. “Prinsip belarasa tahun kerahiman  Allah sepertinya diawali dari kebersamaan umat untuk bersama mengarungi langkah bersama Allah menuju tahta Allah di surga,” imbuh uskup yang penuh senyum ini sembari berbagi rasa pengalaman hidupnya dengan para pengungsi di perbatasan Timor Leste yang sampai saat ini masih menangani dengan ikhlas umat kegembalaanya di Atambua, NTT.

Bagaimana tanggapan Uskup Agung Pontianak? 
 
Beliau sengat senang sekali karena sudah sekian  kali mengunjungi PSFA selalu menemukan suasana gembira. Ia berharap, “Semoga PSFA sebagai barometer bagi paroki lain di Keuskupan Agung Pontianak dalam menyambut Tahun Kerahiman,” ungkap Bapa Uskup Agung ini penuh ramah.
Pastor Paroki juga tidak ketinggalan untuk mengungkapkan rasa kegembiraanya. Gathot yang  tidak pernah berhenti berkreasi dalam menggembalakan umatnya dengan spontan menyatakan bahwa, “Seturut  wejangan Paus Fransiskus sebagai gembala harus dekat dengan dombanya,” ujar pastor yang seringkali ber-stand up comedy dalam homili guna melayani kebutuhan siraman rohani umat ini. 

Mengakhiri open house yang meriah Bapa Uskup bersama kaum berjubah dan umat sama-sama menari kondan sebagai bentuk kebersamaan dari khas sang gembala dalam menikmati suasana gereja yang selalu gembira. Semoga momen ini menjadi kenangan manis dalam peziarahan hidup di muka bumi ini. *(Bruf)

 

Gempita Perayaan Imlek 2567

Gempita Perayaan Imlek 2567

Senin 8 Februari 2016, Gereja Santo Fransiskus Assisi merayakan Tahun Baru Tionghoa (China) atau Imlek 2567 dengan mengadakan Misa Ekaristi. Dekorasi telah terpasang sedemikian rupa menambah semarak suasana di halaman maupun di dalam Gereja hingga tampak menjadi lebih indah dan syahdu. Dengan tulisan-tulisan ucapan selamat bernuansa merah dengan huruf bewarna emas yang menandakan doa dan harapan, rangkaian kreasi hiasan pohon maehwa berwarna merah jambu, lampion merah yang memiliki simbol penerangan hidup dan kerlap-kerlip lampu yang menawan menciptakan kesyahduan hati bagi umat yang memandang.

Misa Perayaan Imlek 2567 ini dipimpin oleh Pastor William Chang, OFM. Cap didampingi oleh Pastor Yeremias, OFM.Cap, Pastor Gathot, OFM.Cap, Pastor Desi, OFM. Cap, dan Pastor Oky, OFM. Gereja dibanjiri umat yang ingin merayakan misa Imlek dengan memakai baju dan asesoris serba merah. Dalam tradisi Tionghoa warna merah merupakan lambang kemakmuran, konon warna merah ini juga dapat membantu mengusir roh-roh jahat yang datang mengganggu.

Homili terdengar begitu bermakna diselingi gelak tawa spontan umat tatkala Pastor Wiliam Chang membeberkan bahwa kita dapat belajar dari shio yang menjadi simbol Imlek 2567 yaitu “monyet api”. Menilik karakter monyet yang memiliki kecerdasan, lincah, mudah menyesuaikan diri  dalam pergaulan.  Umat diharapkan dapat meniru prilaku monyet yang baik sebagai guru kehidupan. Pastor Wiliam Chang juga mengingatkan agar dalam memasuki tahun yang baru, kita harus memiliki iman kepada Tuhan Pencipta Langit dan Bumi. Tidak terlalu percaya dengan ramalan zodiak ataupun shio yang kurang baik. Kita diajak agar selalu berusaha dan bekerjasama bersama Tuhan. Memiliki keberanian dalam berbuat baik, menghilangkan kecemasan, selalu waspada dan bijaksana dalam  setiap langkah hidup kita. 



Pesan  singkat dari beliau yang sangat mengema adalah “Tuhan selalu memperhatikan manusia seperti bola mata-Nya, melihat pertumbuhan kita setiap waktu”. Maka dari itu, kita dapat belajar tenang bersama Tuhan dalam melewati sepanjang tahun 2567 ini.  Setiap waktu, hari, bulan dan tahun adalah milik Tuhan. Tuhan yang menuntun dan menurunkan berkatnya pada kita. Sudah sepantasnya kita selalu menyerahkan diri dalam perlindungan-Nya.

Seperti tahun sebelumnya, Gereja Santo Fransiskus Asisi memberikan berkatnya dengan membagi-bagikan buah jeruk yang merupakan simbol keberuntungan. Ada kemeriahan yang menambah suasana menjadi gempita bagi anak-anak dan kaum muda karena di tahun ini Gereja juga membagikan angpau. Angpau adalah bingkisan yang berisi sejumlah uang sebagai hadiah menyambut tahun Imlek 2567. Gereja turut bersukacita dan berpengharapan agar tahun yang baru dapat membawa kemajuan dan kesuksesan dalam kehidupan. Selamat Tahun Baru Imlek 2567 “Gong Xi Fa Cai”. Tuhan Yesus Memberkati. (SHe) 
 






OMK: Sumber Daya Manusia yang Perlu Dibimbing dan Dikembangkan Melalui Kegiatan yang Menarik dan Bermanfaat

OMK: Sumber Daya Manusia yang Perlu Dibimbing dan Dikembangkan Melalui Kegiatan yang Menarik dan Bermanfaat

Oleh: Gabriel Fileas, S.IP

OMK atau Orang Muda Katolik merupakan sebuah komunitas yang menjadi wadah bagi kaum muda Katolik agar dapat mengembangkan diri mereka melalui pengaderan, pelatihan, kompetisi dan pelayanan. Komunitas ini memiliki peran yang sangat vital karena kaum muda Katolik merupakan calon penerus gereja. Mereka juga memiliki tenaga yang prima dan tingkat kreativitas yang tinggi. Oleh karena itu, kaum muda Katolik merupakan sumber daya manusia yang sangat penting untuk dikembangkan demi masa depan gereja.

Di sisi lain, kaum muda Katolik juga memberikan sebuah tantangan besar bagi gereja. Masa-masa pencarian jati diri dan perkembangan zaman yang sangat pesat menjadi ancaman yang tidak bisa dipandang remeh. Pengawasan dan bimbingan melalui kegiatan-kegiatan yang bermanfaat merupakan salah satu solusi jitu agar kaum muda Katolik tidak terjerumus ke dalam lubang kegelapan seperti narkoba, minuman keras, sex bebas, dan hal lainnya yang bertentangan dengan nilai-nilai gereja.

Kegiatan tersebut dapat berupa pelatihan, retret, kemah rohani, olah raga, dan berbagai macam kegiatan lain yang harus dikemas dengan menarik agar menarik minat kaum muda Katolik. Materi-materi yang membantu penelusuran minat dan bakat, pengetahuan tentang kitab suci, pendidikan tentang pentingnya hidup di dalam komunitas dan persaudaraan, serta pengenalan tentang keadaan lingkungan sekitar amat sangat diperlukan untuk mempersiapkan kaum muda Katolik agar dapat menjadi Laskar Kristus yang peka, proaktif dan berwawasan.


Dalam awal tahun 2016 ini sudah dua kali terlaksana kegiatan akbar yang melibatkan OMK. Kegiatan yang pertama adalah HOMKKAP (Hari Orang Muda Katolik Keuskupan Agung  Pontianak). Acara yang dilaksanakan di Nyarumkop pada 3−5 Januari 2016 tersebut mengusung ide tentang perlunya bimbingan dan pembinaan untuk kaum muda Katolik agar iman mereka tetap terpelihara dan berbuah. Ide tersebut kemudian diimplementasikan dengan mewujudkan iman Katolik melalui kehidupan sehari-hari, menjalin relasi dengan kaum muda Katolik dari daerah lain, dan perutusan kaum muda Katolik untuk mewartakan pengalaman dan pengetahuan yang didapat selama acara itu berlangsung.

Secara garis besar, kegiatan HOMKKAP 2016 lebih berfokus kepada peningkatan kapasistas kaum muda Katolik dalam hal pengetahuan. Acara yang diberikan lebih banyak berupa seminar dan workshop. Salah satu yang menarik adalah seminar tentang beriman secara radikal. Seminar yang dibawakan pada malam pertama tersebut menjelaskan bahwa kata radikal seringkali disalahartikan oleh masyarakat sebagai sesuatu yang keras, kasar dan destruktif. Radikal sendiri berbeda dengan fanatik. Beriman secara radikal berarti mau menghayati iman secara penuh dan total. Semakin radikal seseorang dengan imannya, maka ia akan semakin damai dan penuh kasih seturut ajaran Kristus. Sedangkan beriman secara fanatik memiliki arti yang berlawanan di mana seseorang yang hanya memiliki pengetahuan agama yang dangkal namun merasa paham akan segalanya dan menganggap kepercayaan orang lain sebagai sesuatu yang sesat. Melalui seminar tersebut kaum muda Katolik dipanggil untuk mau menghayati imannya secara radikal agar menjadi insan yang rela berkorban demi kemuliaan Tuhan dan penuh cinta kasih.

Pada hari berikutnya, seluruh kontingen peserta HOMKKAP 2016 dilebur dan dipecah menjadi tujuh kelompok. Setiap kelompok akan mengikuti satu dari tujuh workshop yang telah disediakan oleh panitia. Workshop-workshop tersebut antara lain tentang “Masa Depan Tanah Borneo Lingkungan Hidup dan Sosial”, “Tanggung Jawab OMK”, “Media Sosial dan Digipreneursip”, “Panggilan Hidup Berkeluarga”, “Ajaran Sosial Gereja”, “Radikalisme dalam Dunia Politik”, dan “Perdamaian dalam Multikultural”. Sistem ini sangat cerdas karena selain menambah pengetahuan dan wawasan, kaum muda Katolik juga dituntut untuk saling sharing kepada teman-teman kontingennya tentang materi yang didapatnya melalui workshop tersebut.

Kegiatan yang kedua adalah Capuchin’s Camp 2 yang diadakan di Pontianak pada 28-31 Januari 2016. Temu OMK yang dilaksanakan di Tirta Ria tersebut juga mengusung ide tentang perlunya bimbingan dan pendampingan untuk kaum muda Katolik. Melalui kegiatan tersebut, Ordo Kapusin Pontianak berusaha untuk menanamkan dan mengembangkan nilai-nilai spiritual kristiani kepada kaum muda Katolik secara komunal maupun personal. Ide tersebut berusaha dicapai melalui pembinaan iman, mental dan spiritual kaum muda, pembangunan kreativitas, penumbuhan kepekaan social dan semangat persaudaraan dengan semua ciptaan Tuhan.

Acara di dalam kegiatan Capuchin’s Camp 2 lebih banyak berfokus pada jalinan keakraban kaum muda Katolik dari berbagai daerah, peningkatan kreativitas dalam menciptakan lagu rohani, gerakan lagu rohani dan ice breaking yang dapat digunakan di dalam berbagai kegiatan OMK, serta peningkatan rasa cinta terhadap alam melalui outbound. Sejak hari pertama, peserta yang mengikuti Capuchin’s Camp tidak lagi berkumpul bersama teman-teman dari kontingen yang sama, melainkan dilebur ke dalam sebuah kelompok kecil yang disebut dengan komunitas. Semua kegiatan mulai dari makan, workshop, latihan, penampilan dan outbound dilakukan di dalam komunitas yang telah dibentuk. Metode ini terbilang sangat baik karena dapat meningkatkan tali persaudaraan antar kaum muda dari berbagai macam daerah.

Peningkatan kreativitas kaum muda di Capuchin’s Camp juga terbilang baik. Sebelum ditugaskan untuk membuat lagu rohani, gerakan lagu rohani dan ice breaking, para peserta diberikan materi tentang cara membuatnya oleh orang-orang yang berpengalaman di bidang tersebut dengan cara yang menyenangkan. Untuk dapat menciptakan lagu rohani yang baik penciptanya harus menggunakan hati, perasaan dan kreativitas. Inspirasi untuk lagu tersebut dapat ditemukan lewat Kitab Suci, pengalaman pribadi dan orang lain, nada-nada iklan di tv dan masih banyak lagi. Menciptakan gerakan lagu dan ice breaking juga menuntut seseorang untuk menggunakan hati, perasaan dan kreativitasnya. Para peserta dapat membuat sesuatu yang baru atau melakukan inovasi melalui sebuah metode unik yaitu ATM atau kepanjangan dari amati, tiru dan modifikasi yang bertujuan untuk menjaga orisinalitas. Peningkatan kreativitas seperti ini merupakan langkah yang sangat penting di dalam pendampingan kaum muda agar tenaga, talenta, waktu, dan kreativitasnya dapat disalurkan ke arah yang positif.



Acara yang paling ditunggu-tunggu dari HOMKKAP dan Capuchin’s Camp adalah outbound. Mengapa tidak? Di dalam nyaterdapat permainan-permainan yang menyenangkan serta kompetisi antarkelompok yang memacu semangat muda para peserta. Tujuan dari outbound sendiri adalah untuk meningkatkan jiwa kepemimpinan, kerjasama dan sportifitas. Banyak hal yang bisa diambil dari kegiatan ini seperti rasa peka terhadap sesama di mana di dalam kelompok outbound terdiri dari berbagai macam orang dengan kemampuan dan keterbatasan yang berbeda-beda. Untuk dapat memenangkan permainan, peserta di dalam kelompok hendaknya mengerti satu sama lain agar dapat membagi tugas dan bekerjasama dengan baik. Hal-hal seperti ini sangat dibutuhkan di dalam masyarakat yang heterogen di mana terdapat berbagai macam orang dengan latar belakang yang berbeda-beda. Kaum muda Katolik hendaknya dapat menyesuaikan diri dengan baik di dalam masyarakat dengan mengerti dan peka akan orang-orang dan lingkungan di sekitarnya.

Dari kedua kegiatan di atas kita mengetahui bahwa, pengembangan OMK sebagai sumber daya manusia yang penting bagi gereja merupakan sebuah proses tanpa henti. Proses tersebut menuntut peran serta semua elemen gereja. Tentunya sangat diharapkan agar kegiatan-kegiatan tersebut terus berlangsung atau bahkan bertambah banyak agar dapat melahirkan kaum muda Katolik yang berwawasan, kreatif, peka dan mau melayani.

Merayakan Kerukunan dalam Perbedaan

Merayakan Kerukunan dalam Perbedaan

 

Sabtu, 2 Januari 2016. Masih diliputi suasana kebahagiaan Natal dan semangat menyambut tahun baru, Gereja Katolik Santo Fransiskus Assisi ikut serta ambil bagian dalam kegiatan jalan santai yang diadakan oleh Kantor Kementrian Agama dalam rangka merayakan kerukunan umat beragama di Kota Singkawang.   

Memulai start pukul 07.30 WIB dari Kantor Agama di Jalan Alianyang, dengan rute melewati berbagai tempat ibadah di Kota Singkawang yang jaraknya cukup berdekatan satu sama lain dan berakhir di Kantor Agama kembali, sungguh menciptakan atmosfer kebersamaan yang hangat dan akrab. Hal ini tampak dari ekspresi seluruh peserta yang secara spontan langsung membaur dengan umat beragama lain dalam obrolan akrab penuh tawa dan canda.



Kegiatan yang melibatkan masyarakat dari enam agama dan berbagai lapisan usia ini pertama kali diadakan di kota Singkawang. Masyarakat Kota Singkawang kiranya boleh berbangga karena kota dengan julukan Bumi Betuah Gayung Bersambut  ini beberapa waktu yang lalu dinobatkan oleh lembaga riset Setara Institute sebagai penyabet peringkat ketiga kota dengan tingkat toleransi tertinggi di Indonesia setelah Pematang Siantar dan Salatiga. 


Di kesempatan yang sama, Kepala Kantor Kementrian Agama Kota Singkawang, Drs. H. Jawani Usman mengungkap bahwa jalan santai yang diadakan semata untuk merayakan kerukunan umat beragama di Kota Singkawang. “Kita patut bersyukur kepada  Tuhan. Kegiatan ini dihadiri umat Islam, Hindu, Budha, Kristen, Katolik, Konghucu. Dari semua lapisan, baik muda-mudi maupun warga yang hadir berkisar 1500 orang. Dari Kementrian Agama juga menyediakan doorprise sebanyak 167 hadiah. Untuk ke depannya kegiatan ini diharapkan berlanjut dan akan kita tingkatkan lagi dengan melibatkan seluruh stakeholder yang ada di masyarakat. Di kesempatan ini kami juga ingin berterima kasih kepada Kapolres dan Kasatlantas Kota Singkawang yang telah mengamankan dan membantu lancarnya acara ini. Cuaca hari ini juga baik dan cerah, ini juga berkat doa seluruh umat beragama di Kota Singkawang yang tentunya berharap acara pagi ini berlangsung lancar,” pungkasnya. (Hes)

Berbagi Kasih dalam Perjuangan Hidup Bersama Uskup

Berbagi Kasih dalam Perjuangan Hidup Bersama Uskup

Rabu, 30 Desember 2015. Penghuni Lembaga Pemasyarakatan klas IIB Singkawang disibukkan dengan aktivitas yang berbeda dengan keseharian mereka. Mereka kedatangan tamu yang istimewa. Dikatakan istimewa karena kali ini yang datang mengunjungi adalah sosok Bapa Uskup Agung Pontianak, Mgr. Agustinus Agus. Kehadiran Uskup Agung beserta rombongan yang menyambangi saudara-saudari di Lapas Klas IIB juga didampingi oleh seksi sosial panitia Natal dari Gereja Santo Fransiskus Assisi yang dimotori Hermanto Halim, S. E., juga WKRI Singkawang. 

Acara yang sedianya dimulai pukul 09.00 WIB harus meleset dari waktu yang ditentukan karena menunggu rombongan Bapa Uskup yang harus menempuh perjalanan dari Pontianak langsung. Meski harus  menunggu selama dua jam, namun panitia dan para penghuni Lapas tetap ceria dengan menyibukkan diri bernyanyi bersama. 

Setiba rombongan, misa syukur digelar. Dalam homilinya, Bapa Uskup Agung  menggarisbawahi sikap dan motivasi serta peran sebagai sosok Kristiani dalam perwujudan iman dalam kasih, “Tembok bukan pembatas untuk berbagi kasih. Natal bukti sungguh Tuhan mencintai kita. Hidup harus diperjuangkan. Tuhan mau kita bahagia terutama di akhirat. Dalam hidup kita betapapun sulit, hendaknya kita selalu berserah pada Tuhan dan percaya bahwa Tuhan mencintai kita dan ada rencana di balik segala yang Tuhan berikan pada kita. Yang wajib kita lakukan adalah saling mendoakan satu dengan yang lain, dan selalu menempatkan Tuhan di atas segalanya,” tuturnya.      

Seperti halnya tahun lalu, aksi bakti sosial yang digelar di Lapas sungguh menciptakan atmosfer gembira bagi para penghuninya. Seperti dikatakan oleh salah seorang penghuni lapas, Agustiar asal Gua Boma yang mengungkap kebahagiaannya usai acara, “Saya sangat gembira bisa merasakan Natal bersama. Semoga acara seperti ini  bisa tetap berlangsung tahun depan. Saya sungguh gembira,” ungkapnya dengan pandangan berbinar.

Dalam kesempatan yang sama, pihak seksi sosial Gereja Santo Fransiskus Assisi juga membagikan bingkisan berisi sembako kepada penghuni Lapas yang hadir. Semoga berkah dan damai Natal dapat selalu membahagiakan setiap insan yang selalu menantikan kehadiran-Nya melalui uluran tangan dan jabat erat kita. (Hes)

 







14 Mar 2016

Buka Pintu, Rayakan Bahagia dengan Sesamamu

Buka Pintu, Rayakan Bahagia dengan Sesamamu


“Siapa saja mari bergembira bersama!” ucap pembawa acara yang terdengar nyaring melalui pelantang suara disertai hentakan musik menambah riuh suasana open house yang digelar usai misa kedua di halaman Gereja Katolik Santo Fransiskus Assisi Singkawang pada Minggu, 27 Desember 2015. 

Bukan kali pertama kegiatan serupa digelar. Pesertanya adalah seluruh kring yang berada di bawah naungan Gereja Katolik Singkawang. Masing-masing ketua kring menjadi motor penggerak bagi warganya untuk menyediakan berbagai hidangan yang siang itu memang disiapkan untuk dibagikan secara gratis kepada seluruh warga Paroki Singkawang yang hadir. 

Open house yang dikoodinatori oleh Leonardus Riwan berlangsung meriah dan lancar. “Acara hari ini berjalan sangat baik sekali. Dalam acara ini memang sengaja kita libatkan setiap kring agar dapat kita lihat dan rasakan kebersamaan yang ada dan seluruh umat yang hadir dapat merasa kegembiraan. Diperkirakan seribu orang hadir dan terlibat memeriahkan acara ini. Kami berharap untuk ke depannya semoga even-even seperti ini dapat dipertahankan dan ditingkatkan, semoga bisa juga melibatkan stasi-stasi yang lain agar lebih meriah,” ungkapnya. (Hes)     

Pembelajaran Rela Berbagi Semenjak Dini

Pembelajaran Rela Berbagi Semenjak Dini



Singkawang, Sabtu, 26 Desember 2015. Keriaan menjadi hal nyata yang terbias dalam Gereja Katolik St Fransiskus Assisi, Singkawang. Pagi itu, pukul 08.00 wiba, misa digelar di gereja yang beralamat di Jalan P. Diponegoro. Misa meriah yang masih dalam suasana Natal dikhususkan bagi anak-anak. Maka tak heran jika umat yang memadati gereja kebanyakan dari kalangan anak-anak.

Tak seperti biasanya jika dalam Ekaristi lain, pastor pemimpin misa menyampaikan homili, maka dalam Ekaristi pagi itu digelar drama teatrikal kelahiran Bayi Yesus yang diperankan dengan apik oleh anak-anak Sekolah Minggu.

Seluruh pemain berdandan dan mengenakan berbagai kostum yang sangat mewakili jalan cerita. Umat yang hadir dibuat terpesona oleh aksi yang berdurasi lebih kurang dua puluh lima menit ini. 

Usai pementasan drama teatrikal kelahiran Sang Juru Selamat, Pastor Gathot, OFMCap yang pagi itu memimpin misa memberikan penguatan dengan menyampaikan pesan bahwa Tuhan mau memberikan dirinya bagi kita dalam rupa anak manusia, Bayi Yesus. Di samping itu Pastor juga menyoroti peran tiga raja dari timur sebagai tokoh yang memberikan pelajaran moral sekaligus mengajak seluruh anak agar dapat memetik intisari dari drama tersebut dengan jalan berbagi kepada sesama. Seluruh anak yang hadir dapat dengan rela berbagi sukacita bagi teman-teman di kampung dengan cara mengumpulkan kado agar dapat disalurkan ke berbagai stasi di wilayah Paroki Singkawang.

Kiranya pembelajaran berbagi semenjak dini yang diterapkan oleh gereja memberikan dampak positif bagi tumbuh kembang mentalitas anak agar peka dan peduli bagi sesama. (Hes)