Selamat Datang Di Website Resmi Paroki Singkawang - Terima Kasih Atas Kunjungan Anda

28 Nov 2016

BKSN Paroki Singkawang: Outbond Ajang Olahraga, Rekreasi Rohani, dan Pendalaman Iman

BKSN Paroki Singkawang:

Outbond Ajang Olahraga, Rekreasi Rohani, dan Pendalaman Iman

 


Semangat umat Katolik mengucur di Gunung  Sari Singkawang,  Minggu 25/9/2016 dalam kegiatan outbond yang diselengarakan oleh Paroki Santo Fransiskus Assisi Singkawang sebagai salah satu rangkaian lomba Bulan Kitab Suci Nasional (BKSN) 2016. 

Semarak BKSN Paroki tahun ini sungguh menyita perhatian umat Paroki Singkawang dan tentunya mengalami peningkatan peminat yang begitu drastis dari tahun sebelumnya secara khusus pada lomba outbond Rohani. Luar biasa! Peserta Outbond kali ini diikuti oleh 35 tim yang berasal dari stasi, kring, OMK, Misdinar Paroki Singkawang, Biarawati, Asrama Katolik, dan dewan guru serta siswa/i  SMP hingga SMA Katolik yang berada di Kota Singkawang. 

Outbond sendiri merupakan salah satu agenda baru bagi Paroki Singkawang sebagai rangkaian acara BKSN. Banyak makna positif yang dapat diperoleh dalam kegiatan ini. Selain sebagai ajang olahraga juga sekaligus sebagai media rekreasi rohani  dan sarana pendalaman iman bagi umat Katolik khususnya di Paroki Singkawang.

Kegiatan lomba outbond diawali dengan Misa di Gereja Paroki Singkawang yang dipimpin oleh Romo Agus S. OFM.Cap. Dalam homilinya tak lupa beliau memberi semangat kepada para peserta lomba yang terlihat sumringah menyesaki setiap sudut gereja. Seusainya Misa seluruh peserta diarahkan menuju lokasi kegiatan yang berpusat di Persekolahan SMP St. Tarsisius Singkawang.


Selang setengah jam halaman SMP St Tarsisius langsung dipenuhi puluhan peserta. Peserta yang tergabung dalam tim terlihat tak sabar untuk  unjuk kebolehan dan kekompakkan mereka dalam menyelesaikan tiap tantanggan yang sudah menanti. Tentu saja panitia yang sejak pagi sudah stand by menyambut hangat kedatangan mereka. 

Tiap tim mengantri giliran berdasarkan nomor urutnya lalu mendapatkan pengarahan umum sebelum menuju pos-pos outbond agar nantinya setiap kelompok dapat melaksanakan kegiatan dengan aman dan lancar. Selain diberikan pengarahan tiap kelompok dibekali kudapan dan air mineral oleh panitia karena medan yang akan ditempuh cukup menantang. Tak kalah penting, tiap tim juga menerima tanggung jawab yang harus dijaga  dengan baik hingga berakhirnya kegiatan, yaitu berupa sebutir telur mentah yang diserahkan langsung oleh Suster Monika, SFIC.  

Satu per satu tiap tim bergerak menuju pos-pos yang disiapkan panitia. Adapun rute perjalanan dimulai dari persekolahan St Tarsisius, SMKN 1 (STM) kemudian menuju RS Alverno, Gunung Sari, RS Alverno, dan kembali lagi menuju Persekolahan St Tarsisius melalui jalur Gang Bambu yang berada tepat di sebelahnya.  Para peserta harus melewati berbagai tantangan seperti melewati jalan setapak, menyusuri hutan, mendaki gunung, berjalan di medan yang cukup curam, dan menembus pemukiman penduduk sekitaran Gunung Sari Singkawang. Tak hanya itu, setiap jalur yang dilewati dengan jarak bervariasi para peserta akan menyelesaikan tantanggan berupa kuis dan permainan di pos-pos outbond. 

Setidaknya  sembilan pos outbond yang harus dilalui para peserta. Pos pertama yaitu pos tebak gerak berdasarkan kalimat yang tertulis, pos kedua yakni pos merayap melewati rintangan, pos ketiga dengan permaian sambung menyambung menjangkau lilin, pos keempat meniup bola, pos kelima yang dinamai pos mengapai cita dengan mendaki medan berbukit. Kemudian, menuju pos keenam berupa permainan membidik sararan mengunakan ketepel, dilanjutkan pos ketujuh yang mana peserta ditantang untuk mengangkat sebuah bola plastik secara bersama menggunakan seutas tali, lalu pos kedelapan dengan tema “Air Sumber Kehidupan” sebuah permainan membawa segelas  air menggunakan selembar kain, dan pos  terakhir yaitu permainan tradisional pangkak gasing. Semua jenis permainan  tersebut tentunya memiliki makna tersendiri terutama untuk menguji kekompakan, kreativitas, pengorbanan, serta ketepatan tiap peserta dan menjadi dasar penilaian bagi panitia dalam menentukan pemenang lomba. Selain melakukan permaian, peserta juga diuji pengetahuan dan pemahamannya melalui soal-soal tes lisan terutama mengenai isi Kitab Suci, pengetahuan umum Gereja Katolik (Tata Perayaan Ekaristi), Sakramen maupun istilah-istilah dalam gereja yang menjadi intisari lomba outbond BKSN.

Pastor Paroki Singkawang Stefanus Gathot OMF.Cap. tampak hadir di antara para  peserta. Seolah tak mau kalah oleh anak-anak muda dan para umat, beliau begitu antusias mengikuti outbond BKSN. Sesekali terdengar keriuhan dan gelak tawa para peserta ketika tiba di pos permainan. Meski tampak ngos-ngosan para peserta tetap bersemangat apalagi saat mereka menyanyikan yel-yel andalan masing-masing sembari menari dan bertepuk  tangan.


Kegiatan outbond diakhiri dengan rekap nilai oleh panitia setelah seluruh peserta berhasil melewati tiap pos permaian. Hasil perhitungan memutuskan tiga pemenang di antaranya Kring Leo Agung sebagai juara I, tim Siswa SMP Pengabdi Singkawang menempati juara II, dan tim dari Kring Santa Maria sebagai juara ke-III. Selamat kepada para pemenag lomba maupun kepada peserta yang belum berhasil semoga semakin giat meneladani dan mewartakan sabda Tuhan lewat Kitab Suci. Salam jumpa di kegiatan outbond BKSN Paroki Singkawang tahun depan! Tuhan memberkati. 
(Yudistira, S.Pd.)

Perayaan Bulan Kitab Suci Tahun 2016 di SMP Bruder Singkawang

Perayaan Bulan Kitab Suci Tahun 2016 di SMP Bruder Singkawang


Sudah sejak lama gereja menyadari perlunya umat beriman untuk semakin mencintai dan menghidupi Kitab Suci sehingga mereka pantas untuk bersaksi dan mewartakan-Nya baik secara pribadi maupun keluarga. Dalam ajaran Konsili Vatikan II diungkapkan keinginan agar jalan menuju Kitab Suci dibuka lebar-lebar bagi kaum beriman (Dei Verbum 22). Pembukaan jalan menuju Kitab Suci ini dilakukan dengan menerjemahkan Kitab Suci ke dalam banyak bahasa lokal. 

Ktab suci telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia, namun umat Katolik Indonesia belum mengenal dan memahaminya, dan belum mulai membacanya. Mengingat hal itu, Lembaga Biblika Indonesia (LBI), yang merupakan Lembaga dari KWI untuk kerasulan Kitab Suci, mengadakan sejumlah usaha untuk memperkenalkan Kitab Suci kepada umat dan sekaligus mengajak umat untuk mulai membaca Kitab Suci. Hal ini dilakukan antara lain dengan mengemukakan gagasan sekaligus mengambil prakarsa untuk mengadakan Hari Minggu Kitab Suci secara Nasional. LBI mengusulkan dan mendorong agar Keuskupan-Keuskupan dan Paroki-Paroki seluruh Indonesia mengadakan ibadat khusus dan kegiatan-kegiatan sekitar Kitab Suci pada Hari Minggu tertentu.

Dalam sidang MAWI 1977 para uskup menetapkan agar satu Hari Minggu tertentu dalam tahun gerejani ditetapkan sebagai Hari Minggu Kitab Suci Nasional. Hari Minggu yang dimaksudkan adalah  Hari Minggu Pertama bulan September. Dalam perkembangan selanjutnya keinginan umat untuk membaca dan mendalami Kitab Suci semakin berkembang. Satu minggu dirasa tidak cukup lagi untuk mengadakan kegiatan-kegiatan seputar Kitab Suci. Maka, kegiatan-kegiatan ini berlangsung sepanjang Bulan September dan bulan ke-9 ini sampai sekarang menjadi Bulan Kitab Suci Nasional.

Pada bulan September, Gereja Katolik Indonesia memasuki bulan Kitab Suci Nasional.  Pimpinan Gereja menganjurkan umat Katolik menjadi lebih akrab dengan Kitab Suci dengan berbagai cara, sehingga dengan demikian umat semakin mendalami imannya dalam menghadapi kerumitan dan kesulitan hidupnya.

Tema Bulan Kitab Suci Nasional tahun 2016 adalah Keluarga Bersaksi dan Mewartakan Sabda Allah “Hendaknya Terangmu Bercahaya” (Matius 5:16). Tema ini mengajak semua orang beriman untuk menjadi pewarta Sabda Tuhan dan memberikan kesaksian itu dalam kehidupan kita. Satu di antaranya adalah melalui tindakan cinta kasih kepada keluarga, sesama dan gereja agar mampu memahami ajaran Gereja katolik.

Keberadaan Bulan Kitab Suci ini mempunyai makna yang penting sebagai upaya untuk menyadarkan umat akan pentingnya mencintai Kitab Suci. Untuk mengisi  Bulan Kitab Suci Nasional di setiap keuskupan dilakukan berbagai kegiatan mulai dari lingkungan, wilayah, paroki, maupun di sekolah- sekolah.  Di SMP Bruder Singkawang khususnya dalam merayakan bulan Kitab Suci diawali dengan perarakan  khusus Kitab Suci dan mendengarkan bacaan Kitab Suci,  serta renungan singkat setiap pagi  sebelum pembelajaran selama bulan September. Selain itu, SMP Bruder Singkawang  juga mengadakan berbagai lomba. Adapun yang dilombakan adalah : Lektor, Mazmur,  Pantomin  Kitab Suci, LCT, Kriya, dan Vokal Grup. Kegiatan lomba diadakan 2 hari di minggu ketiga bulan September. 

Dalam berbagai lomba peserta didik dapat berbaur dengan teman-teman tanpa membedakan agama. Mereka begitu kompak dan saling bekerjasama untuk memenangkan lomba. Masing-masing kelas mempersiapkan diri untuk menampilkan yang terbaik. Kegembiraan terpancar di wajah mereka, meskipun tidak begitu meriah tetapi menimbulkan kesan yang sangat mendalam bagi peserta didik. 

Tujuan diadakannya kegiatan tersebut adalah untuk mengenal menumbuhkan cinta terhadap Kitab Suci serta sebagai wahana  bersaksi dan mewartakan Sabda Allah di tengah keluarga, masyarakat dan gereja. Dengan demikian, melalui Bulan Kitab Suci peserta didik menjadi semakin rajin membaca dan merenungkan Sabda Allah, peserta didik semakin dapat menghayati dan mengamalkan Sabda Allah dalam kehidupan sehari-hari, serta selalu didasarkan pada Sabda Allah dan senantiasa selaras dengan kehendak Allah.

Semoga usaha sekolah dan peserta didik seluruhnya diberkati Tuhan dan iman peserta didik semakin dewasa dengan sering membaca kitab Suci.(Dian Lestari, S.Pd)


26 Nov 2016

111 Tahun Kapusin, Totalitas Menggembala Oleh Mereka yang Berkaul Miskin

111 Tahun Kapusin, Totalitas Menggembala Oleh Mereka yang Berkaul Miskin


Tahun 2016 merupakan tahun istimewa bagi Ordo Kapusin Propinsi Pontianak. Ordo yang resmi berdiri 3 Juli 1528 ini, pada 2016 memasuki 111 tahun bermisi di Kalimantan Barat. 30 November 1905 silam, misi yang dirintis empat orang Kapusin asal Belanda ini menjadikan Kalimantan Barat, tepatnya Singkawang sebagai lahan garapan menabur benih ajaran Tuhan. Kala itu Singkawang otomatis menjadi stasi pertama dengan jumlah umat berkisar 300 dan didominasi oleh masyarakat Tionghoa. 

Seabad lebih berselang, pada 20 November 2016, berpusat di Paroki Santo Fransiskus Assisi Singkawang tempat pertama kali Kapusin bermisi, digelar perayaan syukur 111 tahun karya misi Kapusin di Kalimantan Barat. Perayaan syukur digelar selama tiga hari berturut-turut dan melibatkan seluruh lapisan umat Katolik di Singkawang. Umat bahu membahu berupaya menyukseskan perayaan syukur para gembala yang selama ini telah dengan setia melayani mereka. 

Perayaan yang dimulai sejak Jumat malam, 18 November 2016 ini mengusung pentas hiburan rakyat sebagai magnet utamanya. Berbagai atraksi menarik yang berasal dari berbagai kring, persekolahan Katolik, Rumah Sakit St Vincentius, OMK, maupun sumbangsih dari lintas agama yang dimeriahkan dengan tarian rancak semarak oleh Yayasan Budha Maitreya sukses membesut perhatian tak hanya umat Katolik yang hadir saja. Hal ini tampak saat kegiatan dilangsungkan tidak sedikit warga yang kebetulan melintasi jalur utama kota menyempatkan diri menghentikan kendaraan guna menikmati hiburan yang memang digelar  tepat di halaman gereja. 

Tidak berhenti sampai di situ, pada Sabtu, 19 November 2016, tepat pukul 14.00 Wib, gereja bersama berbagai elemennya menggelar pawai napak tilas misi Kapusin. Beberapa jalur utama dalam kota yang dimulai dari SD Suster (Jalan P. Diponegoro), Jalan Niaga, Jalan Budi Utomo, Jalan Saman Diman, Jalan Setia Budi, Jalan Niaga, Jalan Sejahtera, dan berakhir di halaman Gereja St Fransiskus Assisi merupakan rute yang dipilih oleh panitia untuk melakukan kilas balik peringatan  111 tahun kaum berjubah coklat ini berkarya di Singkawang. Masih di hari yang sama, pada malam harinya kembali digelar pentas hiburan lanjutan.



20 November 2016, perayaan Ekaristi yang pada hari Minggu biasa dilangsungkan dua kali, khusus di tanggal ini hanya digelar satu kali. Ekaristi dipimpin langsung oleh Uskup Agung Pontianak sebagai selebran utama didampingi beberapa pastor Kapusin. Usai Misa Agung digelar dilanjutkan dengan perayaan sukacita. Umat tampak saling menyokong satu sama lain sekaligus merupakan bukti kecintaan yang luar biasa kepada para gembalanya. Seluruh umat terlibat aktif dalam menyukseskan gawe akbar perayaan syukur 111 tahun misi Kapusin, Sang Gembala yang berkaul miskin. (Hes)


 

Penutupan Tahun Kerahiman Illahi di Fransiskus Assisi

Penutupan Tahun Kerahiman Illahi di Fransiskus Assisi

 


Minggu, 13 November 2016. Seperti biasa Ekaristi dipersembahkan dalam dua kesempatan, pukul 06.00 dan pukul 08.00 Wib. Sedianya pada jadwal misa yang beredar setiap dua bulan sekali pada hari dan tanggal tersebut Ekaristi di Gereja St Fransiskus Assisi Singkawang dipimpin oleh Pastor Pasifik. Namun ada yang berbeda pada misa kedua. Tiga orang Pastor Kapusin lain memulai perarakan dari halaman gereja menuju altar. Bukan tanpa sebab Ekaristi 13 November 2016 itu mendaulat P. William Chang, OFMCap yang juga Vikaris Jenderal  Keuskupan Agung Pontianak sebagai selebran utama didampingi Pastor Krispin, dan tentunya pastor paroki sebagai tuan rumah, Gathot Purtomo sebagai konselebran. Misa yang khusyuk diikuti umat Paroki Singkawang dan sekitarnya pada hari itu merupakan misa penutupan tahun Kerahiman Illahi. 

Penutupan  tahun kerahiman Illlahi sendiri sedianya resmi dilakukan pada 20 November 2016. Pada hari itu pintu tahun kerahiman di pusat gereja Katolik di Vatikan  akan ditutup oleh Paus Fransiskus. Di luar area itu penutupan dimajukan satu minggu sebelumnya, yakni pada 13 November 2016.

Tidak ada simbol khusus penutupan Tahun Kerahiman Illahi seperti pada pembukaannya tahun lalu, namun homili yang disampaikan Pastor William Chang cukup menjadi pemantik keimanan umat agar tak putus berharap pada curahan rahmat indulgensi yang akan menjangkau setiap hati yang sarat akan keyakinan pada Sang Sumber Rahmat. 

Dalam khotbahnya P. William juga menyoroti  perihal berbagai isu yang berkembang  di masyarakat. Topik paling hangat dan tak kunjung habis menjadi pembahasan adalah mengenai prediksi kapan dunia akan berakhir.  Tentang hal itu beliau mengingatkan kecuali Bapa di surga, tidak ada seorang pun yang tahu tentang kapan waktunya kiamat. Kita tak perlu takut dan cemas jika beriman  penuh pada Kristus karena  Kristus adalah kedamaian. Kedamaian dan penyembuhan dari luka-luka dosa telah diberikan Bapa melalui gereja yang sepanjang setahun kemarin membuka pintu kerahimannya.
Meski pada Minggu, 13 November lalu tahun kerahiman ditutup namun belas kasih Tuhan akan terus mengalir. P. William juga mengajak kita untuk tetap  mendaraskan Doa Koronka yang di dalamnya terdapat janji Bapa atas rahmat kerahiman yang terbuka lebar bagi semua jiwa. (Hes)

KEMERIAHAN KAUL KEKAL DAN PESTA PERAK HIDUP MEMBIARA SUSTER KLARIS KAPUSINES SINGKAWANG


KEMERIAHAN KAUL KEKAL DAN PESTA PERAK HIDUP MEMBIARA
 SUSTER KLARIS KAPUSINES SINGKAWANG
 
 

Pagi yang cerah dan penuh kedamaian ini, Para Suster Klaris Kapusines atau lebih dikenal dengan sebutan Suster Slot di Providensia Singkawang sedang penuh dengan suka cita dan kegembiraan di dalam Tuhan. Selasa 1 November 2016 yang bertepatan dengan pesta hari raya semua orang kudus, Suster Slot, sebutan akrab para biara Klaris Kapusines, merayakan pesta Kaul Kekal Meriah dan pesta perak (25 tahun) hidup membiara. Suster yang mengucapkan Kaul Kekal Meriah adalah Suster Maria Agnes Silaen, OSCCap, sedangkan suster yang merayakan pesta perak adalah Suster M. Laetitia, OSCCap. 
 

Pesta meriah ini dikemas dalam suatu perayaan Ekaristi (Misa) di Gereja Katolik Paroki Santo Fransiskus Assisi Singkawang. Misa ini dpimpin oleh Pastor Amandus Ambot, OFMCap, selaku Minister Provinsial Ordo Kapusin Pontianak dan didamping beberapa Pastor Kapusin dan Pastor SVD. Misa dimulai tepat pukul 09.00 dan diiringi oleh tari-tarian dari Sanggar Buria Enek, Persekolahan Katolik Nyarumkop, Singkawang Timur. Seribu lebih umat hadir memenuhi gedung Gereja Katolik ini. Kehadiran umat sangat membantu dalam doa dan sekaligus menyemarakkan rangkaian pesta iman ini. 

Inti dari pesta ini adalah pengucapan 3 kaul oleh Sr Maria Agnes Silaen, OSCCap. Di hadapan Abdis Sr Rosa OSCCap dan seluruh umat yang hadir, Sr Agnes mengucapkan 3 kaul kepada Allah. Abdis adalah sebutan untuk pimpinan Biara Klaris Kapusines. Ke 3 kaul tersebut adalah kemurnian (tidak menikah), ketaatan, dan tanpa milik (kemiskinan). Kaul adalah janji suci yang diucapkan oleh seorang anggota religius untuk mengikuti jalan panggilan Tuhan. Misa ini selesai pada pukul 11.30 dan dilanjutkan dengan ramah tamah / resepsi dan santap siang bersama di halaman samping Biara Providensia. Selamat dan sukses untuk Suster Agnes dan Suster Laetitia. Semoga makin mantap dan selalu setia mengikuti panggilan Tuhan. (Eko Heru Nugroho)

TRANSITUS DAN PERAYAAN SYUKUR ST. FRANSISKUS DARI ASSISI, BAPA PELINDUNG PAROKI

TRANSITUS DAN PERAYAAN SYUKUR

ST. FRANSISKUS DARI ASSISI, BAPA PELINDUNG PAROKI 

Senin, 3 Oktober 2016 seperti tahun-tahun sebelumnya terlihat suasana yang berbeda di Gereja Pusat Paroki St. Fransiskus Assisi Singkawang, terutama menjelang Hari Raya St. Fransiskus Assisi. Peristiwa ini disebut oleh Keluarga Fransiskan-Fransiskanes sebagai “Transitus St. Fransiskus Assisi”. Apakah yang dimaksud dengan ‘Transitus’? Transitus adalah suatu istilah untuk mengilustrasikan beralihnya jiwa si miskin dari Assisi, dari dunia fana menuju surga penuh kemuliaan. 

Keluarga Fransiskan-fransiskanes Singkawang (suster SFIC, bruder MTB, Saudara Kapusin, Suster Klaris Kapusines, OFS (Ordo Fransiskan Sekular) dan Suster KFS), anak-anak asrama asuhan Bruder MTB dan suster SFIC serta umat se-paroki Singkawang memperingati Transitus St. Fransiskus Assisi dengan ibadat bersama. Ibadat bersama ini dipimpin oleh P. Gabriel Marcel, OFMCap dibarengi dengan permenungan mendalam dan khusyuk melalui drama singkat Transitus St. Fransiskus. Drama ini diperankan oleh para saudara Novis Kapusin Gunung Poteng. 

Adapun butir-butir renungan Ibadat Transitus disimpulkan oleh P. Gabriel dengan melihat kembali pengalaman hidup Fransiskus mulai dari pertobatannya sampai ia sendiri menghadapi kematian badani. P. Gabriel kembali menegaskan bahwa hidup St. Fransiskus adalah menepati Injil secara sederhana tetapi sempurna. Inilah yang menghantar dia ke negeri orang-orang yang hidup. Inilah yang membuka matanya pada pandangan sempurna akan Allah. Inilah yang mengangkat Fransiskus masuk ke persekutuan paling akrab dengan Allah Tritunggal, yang dirindukannya di atas segala-galanya. St. Fransiskus setia dalam menepati Injil sampai akhir hidupnya. Di akhir permenungan, P. Gabriel juga mengajak Keluarga Fransiskan-fransiskanes agar tetap setia pada janji yang telah diucapkan seturut “Ajakan Bapa Kita St. Fransiskus,” melakukan yang kita janjikan dan mendambakan yang dijanjikan kepada kita. Nikmat singkat, siksa kekal. Penderitaan tak berarti, kemulian tak terbatas. Banyak orang dipanggil, sedikit dipilih, semua orang mendapat balasan. 

Setelah mengakhiri permenungan singkat ini, acara dilanjutkan dengan  pembaharuan janji setia para Saudara-saudari Fransiskan kepada Tuhan dan sesama. Janji setia yang telah diucapkan ini menjadi tanda kesetiaan, keikutsertaan mereka dalam melakukan kehendak Allah, mewujudnyatakan karya keselamatan di tengah-tengah gereja dan dunia zaman ini. Dan Ibadat Transitus ditutup dengan pembagian roti St. Fransiskus sebagai tanda pemberian diri total para pengikutnya kepada Allah dan berbagi kasih terhadap sesama. 

Demikian proses Ibadat Tansitus berjalan dengan baik menyongsong perayaan besar St. Fransiskus Assisi keesokan harinya. Perayaan ini dimulai pada Selasa, 4 Oktober 2016 pukul 18.00 WIB dengan Misa Syukur Hari Raya St. Fransiskus Assisi. Misa syukur dipimpin oleh P. Gabriel Marcel, OFMCap sebagai selebran utama dan sebagai konselebran P. Stephanus Gathot Purtomo, OFMCap, P. Yeremias, OFMCap dan P. Felix Triono, OFMCap. Perayaan ini diikuti oleh seluruh umat Paroki Singkawang dengan khidmat dan penuh sukacita. (Fr. Diego)

Pengalaman Pertama Donor Darah yang Menegangkan

Pengalaman Pertama Donor Darah yang Menegangkan


Hallo pembaca Buletin Likes yang budiman. Anda jika mendengar donor darah, mungkin pernah bertanya “Seperti apa sih rasanya donor darah?”, “Sakit ga sih?”. Pertanyaan-pertanyaan tersebut seringkali muncul di benak orang-orang yang belum pernah melakukan donor darah. Wajar saja, karena hampir semua hal yang berhubungan dengan darah memiliki kaitan erat dengan rasa sakit. Apalagi jika darah kita yang keluar dalam jumlah yang cukup banyak. Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut saya akan berbagi cerita tentang pengalaman pertama saya melakukan donor darah.

Sebelum masuk lebih lanjut  lagi, kita perlu mengetahui apa sih itu donor darah dan apa tujuannya. Donor darah adalah proses pengambilan darah untuk disimpan di dalam bank darah sebagai stock darah bagi orang-orang yang membutuhkan transfusi darah. Hal ini sangat penting sekali mengingat ketersediaan darah untuk transfusi akan sangat membantu untuk menyelamatkan nyawa orang lain yang membutuhkannya.

Pada tanggal 28 Agustus 2016, Gereja Paroki Santo Fransiskus Assisi mengadakan aksi donor darah yang diadakan di pelataran Gua Maria. Acara ini diselenggarakan oleh Orang Muda Katolik yang bekerjasama dengan PMI Kota Singkawang. Banyak sekali umat yang mendaftarkan diri untuk mengikuti aksi donor darah tersebut. Saya sendiri pada saat itu bertugas sebagai panitia yang mengurus pengisian formulir untuk para pendonor. Pada saat itu saya sama sekali tidak berpikiran untuk mendonorkan darah saya karena di dalam kepala saya sudah banyak sekali ketakutan-ketakutan yang ditimbulkan oleh berbagai macam pertanyaan seperti di awal bacaan tadi. Belum lagi saya pernah mendengar isu yang belum tentu jelas kebenarannya bahwa ada pendonor yang darahnya tidak bisa berhenti mengalir setelah melakukan aksi donor dan ada juga pendonor yang luka bekas jarum donornya memancurkan darah ketika mengangkat benda berat setelah melakukan aksi donor darah. Pokoknya saya tidak mau melakukan donor darah.

Tetapi Tuhan berkata lain, mungkin karena tahu kalau saya takut untuk mendonorkan darah, diam-diam seorang teman saya yang pada saat itu juga menjadi panitia (Paulina Puspitasari) mengambil sebuah formulir pendaftaran donor darah dan mengisinya dengan data saya. Setelah data tersebut terisi penuh dengan santainya ia memberikan formulir tersebut untuk saya bubuhi tanda tangan. Sontak melihat hal tersebut saya menolak untuk melakukannya. Perdebatan pun terjadi. Saya tetap kukuh menolak untuk menandatangani formulir tersebut. Di sisi lain teman saya dengan gigih berusaha meyakinkan saya bahwa donor darah tidak seseram yang saya bayangkan. Entah ia ingin mengerjai saya dengan menyodorkan rasa takut akan donor darah di depan wajah saya atau ia memang ingin meyakinkan saya.

Sejenak saya terdiam dan bertanya dalam hati. “Jika donor darah menyeramkan, mengapa banyak umat yang mendaftar? Jika donor darah berbahaya, mengapa gereja memfasilitasinya dan  mengapa orang-orang kesehatan sangat menganjurkan untuk melakukan donor darah?” Akhirnya dengan berat hati saya pun membubuhkan tanda tangan saya di atas formulir tersebut. Toh hidup hanya sekali, apa salahnya saya mencoba hal yang  cukup menantang seperti ini celetuk saya di dalam hati bertujuan untuk menguatkan mental. 

Tidak lama setelah mengumpulkan formulir, saya pun dipanggil tim dokter untuk melakukan check up. Hal ini dilakukan untuk melihat apakah saya layak atau tidak untuk melaukan donor darah dari segi kesehatan dan kekuatan fisik. Tensi dan tekanan darah saya pun diukur oleh para dokter tersebut dan TERNYATA saya layak untuk melakukan donor darah. Sebuah jawaban yang bertentangan dengan hati kecil saya yang sebenarnya mengharapkan hasil sebaliknya. Namun semuanya sudah terlambat dan saya harus melanjutkan ke proses berikutnya yaitu masuk ke dalam ruang donor darah.

Ketika saya memasuki ruangan donor darah, saya melihat sebuah tumpukan yang mirip dengan kantong infus yang berisikan darah para pendonor sebelum saya. Sebelum berbaring di tempat tidur saya sempat bertanya kepada seorang perawat. “Kak bagaimana jika ternyata darah di dalam kantong darah ini milik seseorang yang memiliki penyakit berbahaya yang bisa ditularkan melalui transfusi darah?” Saya menanyakan hal tersebut karena sebelumnya tidak ada test untuk mengetahui apakah para pendonor yang akan mendonor memiliki penyakit yang bisa ditularkan melalui transfusi darah atau tidak. Perawat tersebut menjawab “Nanti setelah terkumpul, darah-darah ini akan diperiksa di lab dan jika ditemui penyakit di dalamnya, maka si pemilik darah akan dihubungi melalui kontak yang  tertulis di dalam formulir donor darah.” Saya pikir bagus juga, hitung-hitung cek kesehatan gratis.

Akhirnya saat-saat yang paling menyeramkan pun tiba. Saya harus berbaring di tempat tidur dan bersiap untuk melakukan transfusi darah. Teman saya yang dengan jahilnya menulis data saya di dalam formulir tadi juga ikut mendampingi saya pada saat itu. Seperti kata-kata orang pada umumnya ia mengatakan “Ga sakit kok, cuma seperti digigit semut.” Tapi saya tidak semudah itu percaya ketika melihat jarum yang sudah terhubung dengan kantong darah yang siap menampung darah saya mendekat. Beberapa kali saya meronta untuk mengelak dari jarum tersebut. Hingga akhirnya perawat tersebut mengatakan bahwa saya harus tenang supaya tidak terluka oleh gerakan saya sendiri. Saya akhirnya pun pasrah karena sadar bahwa tidak ada jalan untuk melarikan diri lagi dari semua ini. Ketika jarum tersebut mendekat, saya menutup mata dan bertanya “Sudah ditusuk belum?” mendengar pertanyaan saya tadi, perawat tersebut tertawa dan mengatakan bahwa jarumnya sudah menancap di tangan saya dan darah segar mulai mengalir melalui selang ke dalam kantong darah.

Tidak ada rasa sakit sama sekali. Bahkan digigit semut masih jauh lebih sakit jika dibandingkan dengan rasa ditusuk jarum donor. Mulai saat itu segala rasa takut saya terhadap donor darah hilang seketika. Saya juga merasa telah melakukan sebuah hal besar dalam hidup saya dan berencana untuk melakukan donor darah lagi di periode berikutnya. Begitulah pengalaman pertama saya melakukan donor darah. Selang beberapa lama setelah mendonor saya merasakan bahwa badan saya terasa lebih ringan, segar dan juga lebih sehat. Ayo jangan takut untuk mendonorkan darah! Setetes darahmu nyawa bagi sesama. (Gebot)